Membangun / Memperkuat Bangunan Tembokan (Rumah dan Sekolah) dengan Balutan Ferosemen

Membangun atau memperkuat rumah rakyat tahan gempa harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Rumah harus dibangun / diperkuat oleh rakyat dan untuk rakyat.

2. “Feasible” dalam konteks sosial, budaya, ekonomi, politik, dan batasan teknis tipikal setempat.

3. Menggunakan bahan yang tersedia setempat dan pekerja setempat dengan alat apa adanya.

4. Biaya harus rendah.

5. Waktu pelaksanaanya harus singkat sehingga rumah dapat segera ditempati; dan

6. Metode pembangunan / perkuatan dapat dikerjakan oleh pemilik rumah dengan anggaran dan bantuan teknis minimum.

Berdasarkan pengamatan selama 50 tahun, ternyata rumah tembokan setengah bata dengan perkuatan kolom praktis dan balok praktis sudah menjadi budaya di seluruh Indonesia. Dengan membaiknya keadaan ekonomi, terdapat kecenderungan untuk membangun rumah-rumah dengan dinding bata, karena “rumah tembok“ biasanya dikaitkan dengan “kedudukan sosial”. Karena kebutuhan akan perumahan yang sangat meningkat, padahal sarana yang tersedia (keuangan, keahlian, bahan bangunan) sangat kurang, maka mutu rumah-rumah yang dibangun menjadi sangat rendah, jauh di bawah standard mutu rumah-rumah tradisionil. Karena mutu yang sudah menurun, rumah tembokan dengan perkuatan kolom praktis dan balok praktis banyak mengalami kerusakan, bahkan roboh akibat gempa bumi selama ini dan menyebabkan kerugian harta benda dan korban jiwa. Sebaliknya adalah sulit membendung kecenderungan membangun rumah-rumah tembokan semacam ini.

Secara umum, kerusakan dan robohnya rumah tembokan / sekolah dengan perkuatan kolom praktis dan balok praktis selama digoncang gempa bumi sebagian besar disebabkan oleh mutu bahan yang rendah dan mutu pengerjaan yang rendah, mengakibatkan antara lain detail sambungan yang keliru, mutu adukan yang rendah, mutu beton yang rendah, dan pasangan bata yang tidak sesuai dengan kaidah. Di samping itu, pemasangan pondasi batu kali keliru dan tidak memenuhi syarat.

Untuk mengatasi 2 kelemahan tersebut di atas (pengerjaan pasangan bata yang tidak memenuhi syarat dan pengerjaan detail sambungan tulangan balok-kolom yang tidak tahan gempa), diperlukan waktu yang lama dan biaya yang besar yaitu dengan melatih semua tukang di seluruh Indonesia tentang cara memasang bata yang benar dan cara membuat detailing sambungan tulangan kolom-balok yang benar; padahal di Indonesia, gempa bumi yang merusak terus menerus terjadi hampir setiap 2 tahun sekali sehingga sangat diperlukan adanya terobosan untuk mengatasi kedua kelemahan tersebut.

Oleh karena itu, cara untuk membangun / memperkuat bangunan tembokan untuk rumah dan sekolah yang aman terhadap gempa dengan biaya yang murah perlu diterapkan dan disebarluaskan, yaitu dengan menggunakan balutan ferosemen berupa plesteran mortar dengan lapisan kawat anyam di tengah plesteran. Hasil penelitian berupa studi numerik dan uji skala penuh yang telah difasilitasi oleh National Research Institute for Earth Science and Disaster Resilience (NIED) di Tsukuba, Jepang. Bangunan baru tembokan, maupun perkuatan bangunan tembokan yang rusak akibat gempa dan yang belum rusak, dengan balutan ferosemen ini sudah banyak digunakan di beberapa daerah di Indonesia dan juga sudah terbukti tahan gempa, yaitu sudah digoncang oleh banyak gempa besar dan tidak mengalami retak.